Tadi malam saya kedatangan pasien seorang ibu
berumur 55 tahun diantar oleh anak pertamanya bersama menantunya. Ibu ini
datang dengan keluhan maag akut yang tembus sampai tulang belakang dan tidak
bisa tidur di malam hari. Dan keluhan ini sudah dirasakan selama 1 tahun dan
semakin parah 3 bulan terakhir. Si ibu datang dalam kondisi yg sangat lemas di
papah oleh anak dan menantunya.
Dalam interview si ibu mengatakan bahwa sakit
maagnya sudah dirasakan sejak 1 tahun yg lalu, tapi semakin parah sejak 3 bulan
yg lalu. Bahkan si ibu sudah pernah 3x opname dengan keluhan yg sama. Seperti
biasa saya mulai menanyakan apakah si ibu punya masalah dengan seseorang, baik
itu anak-anaknya, keluarganya atau orang lain. Dan si ibu menjawab dengan tegas
tidak ada.Saya juga menanyakan pola makan si ibu dan memang dia mengakui sering
telat makan. Tapi semenjak kena maag akut, pola makan sudah teratur dan sudah
menghindari pantangannya. Secara logika, ketika pola makan sudah teratur dan
tidak ada masalah emosional dalam diri si ibu, seharusnya maagnya sudah sembuh.
Nah disinilah feeling saya bermain. Saya
merasakan ada sesuatu yg ingin ibu ini sampaikan ke saya tapi tidak bisa karena
kemungkinan sangat pribadi dan tidak ingin didengarkan oleh anak dan
menantunya.
Singkat cerita, saya memulai membimbing si
ibu masuk ke dalam kondisi hipnosis dan hanya beberapa saat, beliau sudah masuk
ke kedalaman yg saya inginkan. Dan dalam kondisi tersebut saya mulai mencari
akar masalahnya. Tidak mudah untuk mengungkap akar masalahnya, si ibu tetap
lebih banyak diam ketika saya menanyakan sesuatu. Ada bagian diri si ibu
menolak untuk berbicara. Akhirnya dengan teknik tertentu, saya berhasil membuat
bagian diri itu untuk berbicara. Dan ternyata yg membuat si ibu mengalami maag
akut adalah perasaan cemas yg disebabkan oleh 4 anaknya laki-laki tidak ada yg shalat.
Si ibu ini merasa cemas karena merasa bersalah tidak berhasil menjadi seorang
ibu yg bisa membimbing anak-anaknya. Ketika saya menanyakan hal ini ke anak
pertamanya ( anak perempuan dan hanya dia yg shalat ), dia mengiyakan bahwa
memang 4 adek laki-lakinya tidak ada yg shalat. Di sisi lain, si ibu juga
merasa kesepian semenjak suaminya meninggal 10 tahun yg lalu dan saat ini hanya
tinggal berdua dengan anak bungsunya yg masih kuliah.
Untuk menyembuhkan maag si ibu, saya harus
menghilangkan kecemasannya terlebih dahulu karena kecemasan yg berlebihan
memicu produksi asam lambung menjadi tinggi. Saya meminta si ibu untuk
memaafkan anak-anaknya dan yg paling penting memaafkan diri sendiri. Saya
melakukan edukasi ke batin bawah sadar si ibu bahwa kita berdosa sebagai orang
tua jika anak kita tidak shalat karena kita memang tidak pernah mengajarkan
kepada mereka. Tapi kalau kita sudah mengajarkan,membimbing dan menyuruh mereka
shalat tapi tidak dilakukan, itu sudah bukan menjadi tanggungan kita lagi. Hal
itu sudah urusan mereka dengan Allah.
Setelah proses tersebut selesai saya mengukur
tingkat kecemasan si ibu sudah di skala 1 tapi maagnya masih di skala 5 yg
sebelumnya ada di skala 10 ( skala 0-10 ). Saya kembali bertanya kepada batin
bawah sadar mengapa cemasnya sudah sangat sedikit tapi maagnya masih di level
5?. Batin si ibu mengatakan, maag ini bisa turun ke skala 1 bahkan 0 JIKA
anak-anak si ibu sudah mau shalat. Saya berusaha melakukan negoisasi dengan
berbagai macam teknik, si batin tetap tidak bergeming. Si batin tetap bersikeras
anak-anak si ibu itu shalat. Dan saya berkomunikasi dengan anak pertama si ibu,
apakah hal ini bisa dibicarakan ke adek-adeknya demi kesembuhan si ibu? Dan dia
mengatakan bersedia.
Tidak terasa 2 jam sudah berlalu akhirnya
saya mengakhiri sesi terapi dengan terlebih dahulu mengunci perubahan positif
yg dirasakan oleh si ibu sehingga bersifat permanen.
Ketika si ibu membuka mata, wajahnya sudah
terlihat lebih cerah namun tubuhnya masih terasa lemas. Ini juga disebabkan
oleh pengaruh obat penenang yg diberikan oleh Psikiater. Saya menanyakan
keluhan maagnya, katanya sudah jauh lebih nyaman meskipun masih ada perih yg
dirasakan.
Sahabat, Jika anda saat ini anda sudah
menjadi orang tua dan mempunyai anak-anak, jadikanlah agama menjadi pondasi
dalam kehidupan mereka terutama shalat. Shalat itu sudah bisa mulai diajarkan
sejak balita sehingga ketika beranjak besar anak-anak kita sudah terbiasa
melakukannya. Ketika shalat sudah menjadi kebiasaan, maka kita sebagai orang
tua tidak perlu lagi repot-repot menyuruh anak kita shalat. Jelaskan pula manfaat
shalat bagi kehidupan mereka, bukan hanya sebagai kewajiban saja.
Semoga kita semua bisa menjadi orang tua yg
baik bagi anak-anak kita sehingga anak-anak kita menjadi anak-anak yg sholeh
dan sholehah yg akan menjadi penyelamat kita di akhirat kelak. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar