Sabtu, 02 Januari 2016

SHALATLAH NAK KALAU IBUMU MAU SEHAT KEMBALI


Tadi malam saya kedatangan pasien seorang ibu berumur 55 tahun diantar oleh anak pertamanya bersama menantunya. Ibu ini datang dengan keluhan maag akut yang tembus sampai tulang belakang dan tidak bisa tidur di malam hari. Dan keluhan ini sudah dirasakan selama 1 tahun dan semakin parah 3 bulan terakhir. Si ibu datang dalam kondisi yg sangat lemas di papah oleh anak dan menantunya.

Dalam interview si ibu mengatakan bahwa sakit maagnya sudah dirasakan sejak 1 tahun yg lalu, tapi semakin parah sejak 3 bulan yg lalu. Bahkan si ibu sudah pernah 3x opname dengan keluhan yg sama. Seperti biasa saya mulai menanyakan apakah si ibu punya masalah dengan seseorang, baik itu anak-anaknya, keluarganya atau orang lain. Dan si ibu menjawab dengan tegas tidak ada.Saya juga menanyakan pola makan si ibu dan memang dia mengakui sering telat makan. Tapi semenjak kena maag akut, pola makan sudah teratur dan sudah menghindari pantangannya. Secara logika, ketika pola makan sudah teratur dan tidak ada masalah emosional dalam diri si ibu, seharusnya maagnya sudah sembuh.

Nah disinilah feeling saya bermain. Saya merasakan ada sesuatu yg ingin ibu ini sampaikan ke saya tapi tidak bisa karena kemungkinan sangat pribadi dan tidak ingin didengarkan oleh anak dan menantunya.

Singkat cerita, saya memulai membimbing si ibu masuk ke dalam kondisi hipnosis dan hanya beberapa saat, beliau sudah masuk ke kedalaman yg saya inginkan. Dan dalam kondisi tersebut saya mulai mencari akar masalahnya. Tidak mudah untuk mengungkap akar masalahnya, si ibu tetap lebih banyak diam ketika saya menanyakan sesuatu. Ada bagian diri si ibu menolak untuk berbicara. Akhirnya dengan teknik tertentu, saya berhasil membuat bagian diri itu untuk berbicara. Dan ternyata yg membuat si ibu mengalami maag akut adalah perasaan cemas yg disebabkan oleh 4 anaknya laki-laki tidak ada yg shalat. Si ibu ini merasa cemas karena merasa bersalah tidak berhasil menjadi seorang ibu yg bisa membimbing anak-anaknya. Ketika saya menanyakan hal ini ke anak pertamanya ( anak perempuan dan hanya dia yg shalat ), dia mengiyakan bahwa memang 4 adek laki-lakinya tidak ada yg shalat. Di sisi lain, si ibu juga merasa kesepian semenjak suaminya meninggal 10 tahun yg lalu dan saat ini hanya tinggal berdua dengan anak bungsunya yg masih kuliah.

Untuk menyembuhkan maag si ibu, saya harus menghilangkan kecemasannya terlebih dahulu karena kecemasan yg berlebihan memicu produksi asam lambung menjadi tinggi. Saya meminta si ibu untuk memaafkan anak-anaknya dan yg paling penting memaafkan diri sendiri. Saya melakukan edukasi ke batin bawah sadar si ibu bahwa kita berdosa sebagai orang tua jika anak kita tidak shalat karena kita memang tidak pernah mengajarkan kepada mereka. Tapi kalau kita sudah mengajarkan,membimbing dan menyuruh mereka shalat tapi tidak dilakukan, itu sudah bukan menjadi tanggungan kita lagi. Hal itu sudah urusan mereka dengan Allah.

Setelah proses tersebut selesai saya mengukur tingkat kecemasan si ibu sudah di skala 1 tapi maagnya masih di skala 5 yg sebelumnya ada di skala 10 ( skala 0-10 ). Saya kembali bertanya kepada batin bawah sadar mengapa cemasnya sudah sangat sedikit tapi maagnya masih di level 5?. Batin si ibu mengatakan, maag ini bisa turun ke skala 1 bahkan 0 JIKA anak-anak si ibu sudah mau shalat. Saya berusaha melakukan negoisasi dengan berbagai macam teknik, si batin tetap tidak bergeming. Si batin tetap bersikeras anak-anak si ibu itu shalat. Dan saya berkomunikasi dengan anak pertama si ibu, apakah hal ini bisa dibicarakan ke adek-adeknya demi kesembuhan si ibu? Dan dia mengatakan bersedia.

Tidak terasa 2 jam sudah berlalu akhirnya saya mengakhiri sesi terapi dengan terlebih dahulu mengunci perubahan positif yg dirasakan oleh si ibu sehingga bersifat permanen.
Ketika si ibu membuka mata, wajahnya sudah terlihat lebih cerah namun tubuhnya masih terasa lemas. Ini juga disebabkan oleh pengaruh obat penenang yg diberikan oleh Psikiater. Saya menanyakan keluhan maagnya, katanya sudah jauh lebih nyaman meskipun masih ada perih yg dirasakan.

Sahabat, Jika anda saat ini anda sudah menjadi orang tua dan mempunyai anak-anak, jadikanlah agama menjadi pondasi dalam kehidupan mereka terutama shalat. Shalat itu sudah bisa mulai diajarkan sejak balita sehingga ketika beranjak besar anak-anak kita sudah terbiasa melakukannya. Ketika shalat sudah menjadi kebiasaan, maka kita sebagai orang tua tidak perlu lagi repot-repot menyuruh anak kita shalat. Jelaskan pula manfaat shalat bagi kehidupan mereka, bukan hanya sebagai kewajiban saja.

Semoga kita semua bisa menjadi orang tua yg baik bagi anak-anak kita sehingga anak-anak kita menjadi anak-anak yg sholeh dan sholehah yg akan menjadi penyelamat kita di akhirat kelak. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar