Rabu, 27 September 2017

TEKNIK SELF TERAPI MEMBUANG KERUWETAN PIKIRAN




1.Ambil posisi yang nyaman, tutup mata, lakukan pernapasan segitiga 3x ( tarik, tahan dan buang ) kemudian bernapas secara perlahan sampai anda merasa tenang dan nyaman

2.Pikirkan sebuah pengalaman yang membuat pikiran anda menjadi ruwet/kacau. Munculkan gambaran kekacauan tersebut sehingga anda merasakan emosinya kembali

3.Rubahlah gambar keruwetan tersebut menjadi bentuk apapun...ikuti saja pikiran anda

4. Buatlah sejelas mungkin bentuknya...setelah itu buka mata dan gambarkan bentuknya di sebuah kertas

5.Tutup mata kembali, lihat kembali bentuk tersebut dan perintakan pikiran anda untuk membuat bentuk tsb mengecil...semakin kecil...semakin jauh...dan akhirnya menjadi sebuah titik dan lenyap dari pandangan anda

6.Jika bentuknya sudah lenyap, buka mata, bakar kertas tadi sampai menjadi abu

7.Tarik napas yang dalam-dalam dan putuskan untuk menjalani kehidupan lebih baik lagi


8.Bersyukur kepada Allah SWT atas kehidupan anda...karena kehidupan anda adalah sebuah keajaiban

Selamat Mencoba dan Semoga bermanfaat

Minggu, 03 September 2017

MENGAPA KAU PUKUL ANAK KU??!!!!


Beberapa hari yang lalu saya menangani seorang pasien anak berumur 9 tahun yang mengalami trauma setelah mondok di salah satu rumah tahfidz. Ketika diantar oleh ibunya, terlihat wajah anak tersebut agar pucat, bagian bawah mata agak hitam ( mungkin karena kurang tidur ) dan cenderung murung dan tatapan kosong. Padahal anak ini sepengetahuan saya adalah anak yang periang. Karena beberapa tahun yang lalu, saya pernah melakukan terapi pada anak ini dengan masalah hyper aktif.

Ibunya memutuskan untuk mengeluarkan dari rumah tahfidz tersebut setelah melihat perubahan perilaku dari anaknya. Anaknya dulu yang periang berubah menjadi penakut dan pemurung. Dan si ibu sudah curiga pasti ada yang tidak beres dengan pola pendidikan di rumah tahfidz tersebut meskipun si anak tidak pernah cerita secara detail apa yang dia alami selama di rumah tahfidz tersebut.

Dalam wawancara, saya menemukan suatu emosi ketakutan yang sangat intens terhadap pembinanya dan dia mengakui bahwa pembinanya sangat galak. Untuk mengetahui secara jelas apa yang terjadi pada diri anak, saya mulai melakukan hipnoanalysis. Saya mencari kejadian traumatik tersebut di segmen memori anak di pikiran bawah sadar dengan menggunakan emosi ketakutannya sebagai jembatan menuju ke memori tersebut.
Akhirnya saya menemukan 3 kejadian traumatik.

Kejadian yang pertama adalah ketika anak terlambat kembali ke pondok setelah liburan selama 1 hari bersama orang tuanya. Si anak mendapatkan teguran keras dari salah satu pembinanya dan yang membuat dia sangat takut adalah pembinanya menegur dia dengan suara yang keras, mata melotot sambil memegang besi pemukul. Menurut si anak , besi tersebut sudah digunakan untuk menghukum salah satu temannya di rumah tahfidz tersebut. Meskipun pada saat itu si anak tidak mendapatkan hukuman oleh sang pembina selain teguran keras si anak tetap merasa sangat ketakutan. Dan inilah awal mula ketakutan itu muncul dari diri si anak.

Kejadian yang kedua adalah ketika anak sementara mendengarkan penjelasan dari sang pembina, ada temannya yang mau meminjam pulpennya tapi dia menolak karena masih sementara mendengarkan penjelasan dari sang pembina. Melihat kejadian itu sang pembina langsung memarahi si anak dan temannya serta memukul kepala mereka dengan sebuah kamus tebal. Dan si anak merasakan pukulan itu sangat menyakitkan. Spontan ketika sang ibu mendengarkan pengakuan si anak, sang ibu langsung histeris dan menangis. Karena saya sangat mengenal sang ibu, beliau adalah ibu yang lembut dan bijaksana dalam mendidik anak. Mendengarkan anaknya mendapatkan kekerasan fisik jelas dia sangat terpukul terlebih lagi dia dipukul bukan karena kesalahan si anak. Ketika dia histeris dan menangis saya langsung berusaha menenangkan dia agar tidak mengganggu proses terapi anak. Setelah sang ibu tenang, terapi saya lanjutkan.

Kejadian yang ketiga adalah pada saat shalat berjamaah, ada teman si anak yang main-main ketika shalat di belakang ( kebetulan si anak ada di shaf belakang ) dan beberapa orang yang dibelakang langsung dipukul punggungnya dengan sajadah termasuk si anak meskipun dia tidak termasuk yang main-main. Dan saya tanya bagaimana rasa punggungnya, si anak spontan mengatakan sakit dengan ekspresi agak meringis. Jadi kemungkinan besar pukulan sang pembina cukup keras. Dan lagi-lagi sang ibu menangis lagi mendengarkan pengakuan si anak.

Dan saya bisa memaklumi, ibu mana yang tidak teriris hatinya mendapatkan kenyataan sang buah hati mendapatkan kekerasan baik secara fisik dan psikis terlebih lagi bukan si anak yang berbuat kesalahan. Tapi sesalah pun anak, kekerasan fisik tidak dibenarkan dalam memberikan hukuman.

Setelah menemukan 3 kejadian traumatik tersebut saya langsung memproses kejadian tersebut dengan teknik tertentu sehingga tidak berefek buruk buat si anak mulai sekarang dan selamanya. Kemudian saya juga membimbing dia untuk memaafkan para pembinanya. Saya memberikan pemahaman baru bahwa niat para pembina baik tapi cara mereka yang keliru. Dan untunglah si anak bukan tipe pendendam dan proses memaafkan bisa berjalan dengan mudah.

Setelah semua selesai saya meminta anak mengingat kembali kejadian traumatik tersebut dan dia mengatakan perasaannya sudah nyaman. Kemudian saya menutup dengan sugesti agar si anak lebih berani, percaya diri, lebih sehat dan mudah menghapal alquran.

Teman-teman sekalian saya yakin dan percaya niat para pembina di rumah tahfidz tersebut sangatlah baik, yaitu agar semua anak didiknya bisa menghapal alquran dengan cepat dan tepat. Dan memang terbukti efektif dari segi hapalan. Menurut pengakuan sang ibu, setelah 2 minggu di rumah tahfidz, si anak bisa menghapal juz 30 bolak balik dan secara acak dengan tepat. Sebelum masuk ke rumah tahfidz si anak belum bisa melakukan hal tersebut. TETAPI pola yang mereka lakukan akan meninggalkan luka fisik dan psikis terhadap anak dan sudah bisa dipastikan hal ini pasti akan berdampak buruk buat masa depan anak.

Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak, antara lain :

Dampak kekerasan fisik
Anak yang mendapat perlakuan kejam baik dari orang tua atau pun  pendidiknya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Dampak kekerasan psikis
Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

Berdasarkan hasil penelitian Lise Gliot bahwa Bentakan atau perkataan kasar akan merusak lebih dari 1 milyar sel otak anak. Mencubit atau memukul anak akan merusak puluhan miliyar sel otak anak. Tapi dengan 1 pujian, kehangatan pelukan dan kasih sayang maka akan membangun dengan sangat baik bibit kecerdasan seorang anak... yang membuat perkembangan otak anak yang sangat cepat.
Secara Psikologi pola yang tepat dalam menghapal alquran adalah dengan menciptakan Suasana senang dan membahagiakan.Dengan hal itu akan membantu anak untuk mengingat hafalannya dalam waktu yang lama, dengan demikian anak akan berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan perasaan cinta dan keterikatan terhadap Al-Qur’an.

Bukan dengan kemarahan dan kekerasan. Karena dengan kemarahan dan kekerasan sang anak akan tumbuh menjadi penghapal alquran yang pemarah, agresif dan suka dengan kekerasan. Dan tentunya itu tidak sesuai dengan nilai-nilai dari ayat-ayat alquran yang mereka hapal. Sangat Kontras bukan???

Beberapa hari setelah Terapi saya, melakukan follow up kepada sang ibu dan sang ibu mengatakan anaknya sudah ceria kembali dan sudah pindah ke sekolah tahfidz yang baru yang pola pendidikannya menggunakan pendekatan persuasif ( tanpa paksaan ), suasana yang menyenangkan, dimulai dengan ayat-ayat yang mudah dipahami dan mengedepankan keteladanan dan motivasi

Kesimpulan dari postingan ini adalah JANGAN MEMULAI SESUATU YANG BAIK DENGAN CARA YANG TIDAK BAIK KARENA AKAN MENGHASILKAN SESUATU YANG TIDAK BAIK JUGA.

Semoga bisa menjadi bahan renungan dan pembelajaran untuk kita semua

Dokter Pikiran